NARASITIME.com – Bupati Buton Alvin Akawijaya Putra, SH akan mengangkat Aspal Buton ke level nasional. Hal itu nampak terlihat ketika pihaknya menerima kunjungan Biro Komunikasi Publik Kementerian PU, Kamis (10/7/2025).
Dalam kunjungan tersebut, rombongan bersama Bupati Buton melakukan peninjauan langsung ke lokasi penambangan aspal di Desa Mantowu, Kecamatan Pasarwajo.
Selaku pemimpin daerah, Alvin Akawijaya Putra sangat menyambut baik kunjungan tersebut. Ia menyampaikan pentingnya pengelolaan Aspal Buton secara optimal dan berkelanjutan.

Ia berharap, aspal alami yang ada di Pulau Buton ini dapat semakin dikenal dan dimanfaatkan secara luas untuk mendukung program pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia.
“Kami berterima kasih atas perhatian dan dukungan dari Kementerian PU. Ini momentum penting untuk menunjukkan bahwa Buton punya kekayaan alam strategis yang siap berkontribusi besar untuk bangsa, khusunya di sektor pembangunan jalan dan infrastruktur,” ungkapnya.
Bupati termuda di Sultra ini menegaskan bahwa Pemkab Buton akan terus mendorong sinergi dengan pemerintah pusat dan media nasional guna mempromosikan potensi daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki.
Usai mengunjungi lokasi Aspal Buton, Bupati Buton membawa rombongan meninjau potensi wisata Kali Lakua (Kali Biru -red) di Desa Banabungi, Kecamatan Pasarwajo.
Dilokasi terserah, Bupati Buton menunjukkan kondisi kali mata air serta potensi pengembangan kawasan tersebut, baik dari sisi sumber daya air, pelestarian lingkungan hingga pemanfaatan untuk pariwisata alam berbasis edukasi dan konservasi.
Aspal Buton Mengaspal Peradaban Indonesia
Peradaban bukan soal tinggi dan megah bangunan, tetapi dari mana bahan bangunan itu berasal dan siapa yang menguasainya.
Sejak dilantik menjadi Bupati Buton pada tanggal 20 Februari 2025 lalu bersama wakilnya Syarifudin Saafa, ST, Alvin Akawijaya Putra, SH telah memiliki tekad untuk mempromosikan penggunaan Aspal Buton.
Ia telah beberapa kali berbicara dalam forum-forum resmi nasional mengenai potensi produksi Aspal Buton sehingga dapat digunakan dalam sektor pembangunan, seperti jalan dan infrastruktur lainnya di Indonesia.
Tetapi kini, angin mulai berhembus. Nama aspal Buton mulai menggema lagi. Disebut-sebut dalam ruang-ruang kebijakan, disorot dalam media, dan bahkan dibahas oleh pejabat tinggi negara.
Hal itu dibuktikan dengan adanya kunjungan dari Biro Komunikasi Publik Kementerian PU dan media CNN Indonesia menjelang Kunker Menteri PU ke Kabupaten Buton. Menteri dijadwal akan melihat secara langsung proses penambangan serta potensi pengembangan Aspal Buton.
Prabowo dan Pilihan Sejarah Peradaban
Aspal Buton merupakan aspal alami yang terdapat di Pulau Buton dan sekitarnya. Jumlah deposit cadangan Asbuton diperkirakan mencapai 650 juta ton, yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil aspal alam terbesar di dunia. Diketahui di dunia hanya ada dua negara yang menghasilkan aspal alami yakni Trinidad dan Indonesia.
Kini, bola ada di tangan Presiden Prabowo. Ia dikenal sebagai tokoh yang nasionalis, militeristik, dan berjiwa kemandirian. Tetapi sejarah tidak mencatat karakter, ia mencatat tindakan.
Jika Prabowo serius ingin meninggalkan warisan, bukan jalan tol yang harus dibanggakan, tetapi dari mana bahan jalan itu berasal. Jalan tol yang dibangun dengan aspal impor adalah kemajuan semu. Tetapi jalan desa yang dibangun dengan aspal Buton adalah kemajuan sejati, karena ia dibangun dari bumi ibu pertiwi.
Jika Prabowo berani mengambil langkah besar: menghentikan impor aspal, memodernisasi industri aspal Buton, dan memaksa penggunaan produk lokal dalam proyek nasional, maka ia akan dikenang bukan hanya sebagai presiden, tetapi sebagai arsitek peradaban.
Namun jika ia tetap memilih jalan aman, membiarkan impor berlangsung, memberi ruang pada mafia, dan hanya bermain di level wacana, maka sejarah pun akan mencatatnya sebagai pemimpin yang melewatkan momentum emas.
Satu hal pasti: Aspal Buton bukan sekadar komoditas. Ia adalah simbol perlawanan. Perlawanan terhadap ketergantungan, kemalasan berpikir, dan kolonialisme gaya baru yang dibungkus dalam kata “impor”.