NARASITIME.com – Seorang pasien balita umur 7 bulan Nurhasifa asal Desa Balimu, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton meninggal dalam perjalanan menuju RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, diduga akibat buruknya pelayanan di rumah sakit tersebut.
Ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin malam (04/11/2024), Plt Direktur RSUD Buton Ridwan Saifun membantah dugaan isu tersebut. Dia mengaku, selama menjalani rawat inap di BLUD RSUD Buton, Nurhasifa mendapatkan pelayanan dengan baik.
“Kabar adanya dugaan tuduhan terhadap pasien yang di tangani oleh tim medis di BLUD RSUD Buton itu tidak benar. Pasalnya, tim medis yang merawat pasien sudah sesuai dengan prosedur katanya.
“Dari segi apa pasien mengalami kurang pelayanan, saya sudah komunikasi dengan petugas ruangan, kepala ruangan dan juga dokter yang menangani pasien tersebut. Saya sudah melihat semua catatan observasi nya. Semuanya sudah sesuai dengan SOP,” sambungnya.
Ridwan Saifun mengatakan, Nurhasifa pertama kali masuk lewat IGD pada tanggal 17 Oktober dengan keluhan sesak nafas. Setelah dirawat di ruang anak, selama 14 hari kondisi pasien sudah membaik dan sudah bisa di pulangkan.
“Namun karena perlu perawatan lanjut penyakit jantung yang di alaminya, pasien dirujuk ke dokter spesialis jantung anak ke RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tanggal 31 November dengan kondisi sudah stabil,” kata Ridwan Saifun saat ditemui di ruangannya.
Kata dia, sebelum di rujuk ke RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tanggal 31 Oktober kondisi Nurhasifa sudah stabil. “Sebelum dirujuk kondisinya sudah stabil, sudah mulai makan, sudah tidak dipasangkan oksigen lagi, sudah tidak demam lagi. Pasien sudah makan bagus, sehingga dokter merujuk pasien ke RSUP dr. Wahidin dengan status rawat jalan,” tuturnya.
Terkait dengan adanya tagihan pembayaran di BLUD RSUD Buton sebesar Rp 6 juta dan sewa mobil ambulance, Ridwan Saifun menjelaskan bahwa Nurhasifa masuk dengan kategori pasien umum.
Sementara itu, terkait dengan ketidakikutsertaan salah seorang perawat untuk mendampingi keluarga pasien saat dirujuk ke RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Ridwan Saifun mengatakan bahwa saat dirujuk ke Makassar, status pasien sudah Stabil dan beralih masuk sebagai pasien rawat jalan.
“Awalnya pasien tersebut dirujuk ke UGD RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo dengan status rawat inap, namun karena keadaan pasien sudah stabil maka statusnya menjadi rawat jalan. Sesuai dengan SOP, kalau kondisi pasien stabil sebagai pasien rawat jalan berarti tidak perlu lagi ada pendampingan, apalagi sejak tiga hari sebelum di rujuk pasien tersebut kondisinya sudah membaik, sudah makan, sudah tidak demam dan sudah tidak lagi menggunakan oksigen,” tuturnya.
Ridwan Saifun juga kembali membantah adanya keluhan keluarga pasien hanya dilepas di parkiran. Dia mengatakan bahwa dugaan tersebut tidak benar adanya, karena mobil ambulance mengantar sampai ke Pelabuhan.
“Terkait dengan itu, saya sudah panggil supirnya, termaksud kepala ruangan, bahwa sebelum berangkat sudah terinformasikan ke keluarga pasien bahwa di dalam kapal ada klinik, mereka sudah menyampaikan kepada keluarga pasien bahwa didalam kapal itu ada klinik, ungkapnya.
Sebelumnya, Nurhasifa, seorang balita umur 7 bulan asal Desa Balimu, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton meninggal dunia karena mengalami penyakit paru-paru dan bocor jantung.
Nurhasifa meninggal dunia dalam perjalanan menuju RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar karena diduga mengalami sesak nafas dalam kapal.
Sebelumnya, Si Yusti (35) salah seorang keluarga pasien mengatakan, Nurhasifa menjalani rawat inap di BLUD RSUD Buton selama 15 hari.
Si Yusti mengaku kecewa terhadap pelayanan BLUD RSUD Buton yang terkesan lamban menangani anak dari adik kandungnya tersebut.
Kata dia, selama menjalani rawat inap, keluarga pasien harus membayar biaya rumah sakit sebesar Rp 6 juta sebelum di rujuk ke RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Selain biaya rumah sakit, pihak keluarga juga diminta untuk membayar ambulance sebesar Rp 350 ribu menuju pelabuhan Kota Baubau.
Yang paling menyakitkan kata dia, saat perjalanan rujuk, pasien tidak ditemani oleh perawat. Perawat yang ditugaskan BLUD RSUD Buton tersebut berinisial ZH.
Dengan alasan UGD RSUP Wahidin Makassar penuh. Padahal perawat sudah menyatakan bersedia. Keluarga pasien pun telah membelikan tiket kapal.
Untuk menyelamatkan anak tujuh bulan itu, mereka pun nekat berangkat sendiri. Namun, satu hal yang perlu disayangkan, sebagai pasian yang minim pengatahuan harusnya pihak rumah sakit memberikan petunjuk seperti apa langkah yang harus dilakukan dalam perjalanan saat dirujuk.
Selain itu, keluarga korban menyesalkan pihak rumah sakit yang telah mengetahui korban memiliki masalah paru-paru dan bocor jantung, saat diantar dari RSUD menuju pelabuhan, alat bantu pernapasan pasien malah dibuka.
Sudah begitu saat tiba di pelabuhan meraka diturunkan diparkiran. Sehingga pihak kapal tidak mengetahui bahwa adanya pasian yang menjadi penumpang kapal.
Akibatnya pasien menjadi penumpang umum yang bercampur dengan penumpang lainnya. Karena keluarga pasien yang baru pertama pergi ke Makassar tidak memiliki pengetahuan bahwa ada klinik di dalam kapal. Mereka baru mengetahui dari penumpang kapal setelah pasien mulai kejang-kejang.
Nahas, perjuangan terhadap buah hati harus terkandas diatas kapal sebelum tiba di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, pasien lebih dahulu meninggal dunia.
“Tidak bagus pelayanannya. Kalau bisa lain kali kita langsung rujuk saja di RSUD Baubau tidak usah di Pasarwajo,” Kesalnya.
Si Yusti mengaku akibat buruknya pelayanan RSUD Buton, keluarga korban harus kehilangan nyawa anak, uang dan perasaan sakit hati akibat pelayanan yang tidak bagus.
Dia pun minta agar pemerintah maupun DPRD Kabupaten Buton memberikan perhatian khusus agar kualitas pelayanan di BLUD RSUD Buton ditingkatkan. Keluhan ini kata dia tidak bisa mengembalikan nyawa anak korban.
Tapi setidaknya, lanjut dia apa yang mereka alami dan rasakan terkait pelayanan BLUD RSUD Buton tidak terjadi dan dirasakan lagi oleh pasien-pasien lain yang ada di Buton.